Rabu, 23 Oktober 2013

Gempa Bumi dan Kesiap Siagaan Nasional

                                                                    Abstrak

Indonesia terletak di salah satu wilayah paling aktif secara geologis. Di Indonesia, terdapat pertemuan 3 lempeng tektonik, yaitu lempeng Pasifik, Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia.

Pergesekan antara lempeng-lempeng tersebut dapat menyebabkan gempa bumi tektonik yang dahsyat. Belum lagi dengan banyaknya gunung berapi di Indonesia yang mempunyai potensi sebagai penyebab gempa bumi vulkanis.

Korban-korban baik harta maupun jiwa telah berjatuhan diakibatkan oleh gempa bumi di Indonesia. Hingga saat ini,waktu dan tempat terjadinya gempa bumi masih tidak dapat diprediksikan dengan tepat. Langkah terbaik yang dapat kita lakukan adalah meningkatkan kewaspadaan nasional terhadap kemungkinan terjadinya gempa bumi.

Selain Indonesia,  Jepang merupakan salah satu negara dengan tingkat gempa bumi yang tinggi. Dengan sejarah gempa buminya yang telah bertahun-tahun, Jepang kini memiliki kemampuan untuk menghadapi bencana tersebut. Jepang menggabungkan teknologi, peraturan serta kesadaran warganya dalam membangun ketahanan nasional terhadap gempa bumi.

Kita dapat belajar banyak dari pengalaman Jepang dalam pembangunan ketahanan nasional Indonesia terhadap gempa bumi.



Saat itu warga kota Serambi Mekah sedang menikmati minggu pagi mereka seperti biasa. Ibu-ibu sedang berada di pasar untuk membeli bahan masakan untuk hari ini, anak-anak sedang bermain di halaman rumah mereka atau menonton kartun minggu pagi yang selalu dinanti dan para ayah sedang bekerja bakti untuk membersihkan lingkungan mereka.

Namun, tak berapa lama kemudian, tiba-tiba bumi yang mereka pijaki bergoncang. Tiang-tiang rumah mereka tak mampu lagi menahan beban rumah, kemudian ambruk ke tanah. Orang-orang panik, berlarian, berteriak-teriak kebingungan. Apakah yang sebenarnya sedang terjadi....?

“Gempa bumi tektonik berkekuatan 8,5 SR berpusat di Samudra India (2,9 LU dan 95,6 BT di kedalaman 20 km (di laut berjarak sekitar 149 km selatan kota Meulaboh, Nanggroe Aceh Darussalam).”

Apakah yang baru saja terjadi....?

Seorang anak melihat ke sekelilingnya setelah guncangan berakhir.....

Tak ada lagi bangunan yang dulu diingatnya sebagai tempat tinggalnya. Yang tertinggal hanyalah puing-puing perkampungannya. Disertai ratusan orang yang terluka ataupun panik karena kehilangan anggota keluarganya.

Di mana ayah...di mana ibu.....?

Tetapi, kengerian di hari itu ternyata belum berakhir. Di tengah kekalutan tersebut. Tiba-tiba datanglah air bah besar yang membawa puing-puing kehancuran dari goncangan sebelumnya.

Orang-orang itu sungguh tidak mengetahui apa yang terjadi.. Mereka tidak mengetahui bahwa goncangan sebelumnya telah memicu gelombang hitam yang kini menelan mereka.

Yang mereka tahu, mereka hanya sedang  menikmati minggu pagi mereka yang indah.......

Sepotong cerita di atas merupakan potongan bencana alam terbesar yang pernah dialami bangsa ini. Tsunami Aceh yang menewaskan ratusan ribu rakyat Indonesia akan terus kita kenang dan terus menjadi pelajaran yang berharga bagi bangsa ini.

Pelajaran bahwa sebenarnya kita tidak pernah benar-benar aman dari bencana alam yang terus mengincar.  Kita harus menyadari bahwa negara kita berada di salah satu daerah yang paling aktif secara geologis di seluruh dunia. Di masa yang akan datang, kita harus mempersiapkan kemungkinan yang terburuk.

Kita tidak boleh lagi berkata,

”Kita tidak siap........”


Gempa Bumi di Indonesia

Gempa bumi merupakan suatu peristiwa yang sangat sering terjadi di muka bumi ini. Salah satunya di Indonesia. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki tingkat rawan bencana alam yang sangat tinggi. Indonesia sendiri memiliki titik-titik gempa yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia. 

Gempa bumi yang terjadi di Indonesia dapat dibedakan menjadi 2 jenis.:

Jenis pertama adalah gempa bumi yang diakibatkan oleh letusan gunung berapi, Gempa jenis ini disebut gempa bumi vulkanik. Gempa jenis ini relatif lebih mudah untuk diprediksi karena kita dapat mengamati aktifitas dari gunung berapi jauh sebelum gunung tersebut meledak. 

Pengamatan terhadap gunung berapi aktif dapat dilakukan dengan biaya yang relatif lebih rendah dibandingkan pembuatan alat peringatan dini bagi gempa tektonik. Lokasi yang memungkinkan terjadinya letusan gunung berapi pun lebih mudah dipetakan. 


Jenis kedua adalah gempa bumi yang diakibatkan oleh pergerakan lempeng permukaan bumi. Gempa jenis ini disebut dengan gempa bumi tektonik. Gempa jenis ini lebih sulit untuk dideteksi karena lokasi terjadinya dan waktu terjadinya tidak dapat dipastikan dengan teknologi saat ini.  
Secara geologis,  Indonesia terletak diantara tiga lempeng utama yang ada didunia. Yakni Lempeng Autralia, Eurasia, dan Pasifik. Hal ini juga yang menyebabkan kenapa di Indonesia sering terjadi gempa bumi. 

Gempa bumi bisa terjadi karena tumbukan antar lempeng, oleh karena Indonesia terletak diantara tiga lempeng utama dunia, maka kemungkinan terjadi gempa bumi di Indonesia sangat besar dibandingkan dengan negara-negara lain didunia.

Sebagian besar wilayah di Indonesia sangat rawan terhadap gempa, kecuali wilayah Kalimantan.


Efek Gempa  Bumi

Gempa bumi sudah menjadi ancaman bagi kemanusiaan sejak zaman dahulu. Kejadian gempa bumi di seluruh dunia selalu membawa kehancuran baik dari segi material maupun korban jiwa yang timbul. 

Di Indonesia saja, dalam 10 tahun terakhir sudah terjadi lebih dari 15 kali gempa bumi dengan skala besar. Beberapa di antara gempa bumi ini mengakibatkan jumlah korban jiwa yang cukup signifikan. 

Berikut adalah daftarnya:


Bila daftar gempa bumi di atas terjadi di Indonesia, maka gambar di bawah melambangkan gempa bumi yang terjadi di seluruh dunia:


Data di atas merupakan kejadian gempa bumi yang terekam selama seratus tahun terakhir. Semakin besar lingkaran yang terjadi, berarti semakin banyak pula korban jiwa yang jatuh. 

Di bagian kanan bawah, dapat kita lihat lingkaran besar berwarna merah yang menandakan gempa bumi di lepas pantai Sumatera. Gempa bumi inilah yang menyebabkan tsunami yang menyapu NAD dan pesisir utara Sumatera. 

Dari gambar di atas pula dapat kita lihat bahwa lingkaran berwarna merah tampak mendominasi. Lingkaran merah berarti gempa bumi yang dimaksudkan terjadi di benua Asia. Negara-negara di benua Asia memiliki kerentanan terhadap gempa bumi yang lebih tinggi terhadap negara-negara di benua lainnya.

Dapatkah Gempa Bumi Dicegah? 

Tingkat teknologi manusia saat ini belum mampu untuk menciptakan sebuah alat yang mampu mencegah gempa bumi, yang dapat kita lakukan saat ini hanyalah mendeteksi kemungkinan terjadinya gempa bumi di suatu daerah. 

Kemampuan pendeteksian kita saat ini pun terbatas. Kebanyakan gempa bumi yang berhasil dideteksi sebelum terjadi disebabkan oleh erupsi gunung berapi atau  gempa bumi jenis vulkanik. Pendeteksian gempa bumi vulkanik dapat dilakukan dengan mengamati aktivitas vulkanik dari gunung yang akan meletus. Jika terdapat tanda-tanda peningkatan aktivitas vulkanik di suatu daerah, maka kemungkinan besar akan terjadi letusan gunung berapi di gunung tersebut. 


Hal ini berbeda dengan gempa bumi berjenis tektonik. Gempa bumi tektonik terjadi pada lempeng-lempeng tektonik bumi.  Menurut teori lempeng tektonik, permukaan bumi terpecah menjadi beberapa lempeng tektonik besar. Lempeng tektonik adalah segmen keras kerak bumi yang mengapung diatas astenosfer yang cair dan panas. Oleh karena itu, maka lempeng tektonik ini bebas untuk bergerak dan saling berinteraksi satu sama lain. 

Daerah perbatasan lempeng-lempeng tektonik, merupakan tempat-tempat yang memiliki kondisi tektonik yang aktif, yang menyebabkan gempa bumi, gunung berapi dan pembentukan dataran tinggi. 

Jika dua lempeng bertemu pada suatu sesar, keduanya dapat bergerak saling menjauhi, saling mendekati atau saling bergeser. Umumnya, gerakan ini berlangsung lambat dan tidak dapat dirasakan oleh manusia namun terukur sebesar 0-15cm pertahun.

 Kadang-kadang, gerakan lempeng ini macet dan saling mengunci, sehingga terjadi pengumpulan energi yang berlangsung terus sampai pada suatu saat batuan pada lempeng tektonik tersebut tidak lagi kuat menahan gerakan tersebut sehingga terjadi pelepasan mendadak yang kita kenal sebagai gempa bumi.

Indonesia dilewati oleh 3 lempeng permukaan bumi yang saling bergerak dan bergesekan. Suatu waktu, jika gerakan pada pertemuan lempeng-lempeng ini kembali terkunci, maka gempa bumi tektonik akan kembali terjadi.


Luasnya lempeng serta perhitungan efek pergerakan lempeng yang sulit diperkirakan menyebabkan pendeteksian gempa bumi tektonik menjadi hal yang sulit, bahkan mustahil. Para ahli saat ini hanya dapat memperkirakan dimana letak gempa bumi tektonik berikutnya berdasarkan gempa bumi sebelumnya di suatu daerah. Cara ini masih belum dapat mencegah efek buruk gempa bumi di Indonesia.

EEWS Jepang

Selain Indonesia, negara di wilayah Asia-Pasifik yang paling sering mengalami musibah gempa bumi adalah Jepang. Jepang terkenal sebagai negara yang paling sering mengalami gempa bumi di seluruh dunia.

Mirip dengan Indonesia, Jepang adalah negara kepulauan yang sangat padat. Perkotaan jepang didominasi oleh gedung-gedung tinggi serta wilayah pemukiman yang saling berdempetan. Serangan gempa bumi di wilayah padat penduduk seperti di Kobe terbukti mendatangkan kerugian yang sangat besar bagi Jepang. Oleh karena itu, pemerintah Jepang kemudian membuat sistem peringatan dini yang disebut Japan Earthquake Early Warning Systems (EEWS). 

Pertama kali diluncurkan pada tanggal 1 Oktober 2007, EEWS adalah sebuah sistem terintegrasi untuk mendeteksi kemudian memberi peringatan dini pada warga yang tinggal di area terkena gempa. 
Sistem ini dibedakan menjadi 2 macam subsistem, subsistem pertama berfungsi untuk melakukan pendeteksian terhadap gempa bumi dan subsistem kedua berfungsi untuk melakukan pemberitaan adanya bahaya gempa bumi. 

Subsistem Pendeteksian Gempa
Gempa bumi memancarkan dua jenis gelombang yang berbeda ketika akan terjadi. Gelombang pertama yang terjadi disebut gelombang tipe-P dan gelombang kedua yang terjadi disebut gelombang tipe-S. 
Gelombang tipe-P adalah jenis gelombang dengan energi yang rendah dan tidak menimbulkan kerusakan pada sesuatu yang dilewatinya. Gelombang ini pun bergerak dengan kecepatan yang lebih cepat daripada gelombang tipe-S, sekitar 4-7 km/detik


Gelombang tipe-S adalah jenis gelombang yang merusak dan merupakan gelombang gempa bumi utama yang akan menghancurkan bangunan-bangunan. Gelombang ini melaju dengan kecepatan yang lambat, 2-5 km/detik. 

Kedua jenis gelombang ini kemudian dideteksi oleh seismometer dan  kemudian dikirim ke pos pengamatan gempa bumi milik JMA (Japan Meteorogical Agency) yang bernama EPOS (Earthquake Phenomena Observation System) .  Dari pos ini, data seismik akan dihitung dengan menggunakan algoritma-algoritma untuk menentukan jenis bahaya yang mungkin akan dihadapi. Di seluruh Jepang, terdapat lebih dari 1000 seismometer dan lebih dari 4200 alat pengukur intensitas seismik untuk mendapatkan hasil pengukuranyang memadai. 

Walaupun begitu, EEWS ini hanya akan berguna untuk wilayah dengan jarak lebih dari 100 km dari episentrum gempa. Hal ini disebabkan oleh waktu respons yang terbatas jika korban berada kurang dari 100 km dari episentrum.


Dalam perhitungannya, jika kita berada 100 km dari episentrum, maka kita dapat menerima pesan mengenai adanya gempa bumi sekitar 20-50 detik sebelum gempa bumi itu terjadi. 

Sistem pengiriman pesan yang dimaksud adalah subsistem kedua dari EEWS.

2. Subsistem Diseminasi Peringatan Gempa
Setelah data dari seismometer dan alat pengukur intensitas gempa diolah di EPOS, maka EPOS akan menentukan apakah gempa bumi yang terukur cukup besar hingga mengharuskan disiarkannya peringatan bahaya atau hanya gempa kecil yang tidak terlalu berpengaruh pada keselamatan.  

Gelombang tipe-S dari gempa bumi berjalan dengan kecepatan 2-5 km/detik, jika dibandingkan dengan kecepatan gelombang elektromagnetik yang digunakan untuk menyiarkan tanda bahaya yang melaju dengan kecepatan cahaya, maka warga di daerah rawan gempa mendapatkan jeda waktu sebelum gelombang gempa tersebut menghantam. 

Laporan peringatan gempa ini tidak hanya diterima oleh manusia melalui sistem telefon genggam mereka, radio, dan televisi, namun juga oleh sistem anti-gempa di beberapa tempat. Sistem ini dapat menghentikan proses ataupun pekerjaan yang sedang berjalan di tempat tersebut. Menghentikan laju kereta yang sedang melaju, memberi tahu dokter yang sedang mengoperasi pasiennya, hingga menghentikan operasi di pabrik yang rentan terhadap gempa bumi. 

Penerima pesan tanda bahaya terjadinya gempa dibedakan menjadi 2 jenis. Jenis pertama adalah penerima biasa (general public) dan penerima khusus (advanced users) seperti perusahaan kereta api, dll. 

Walaupun tampak sempurna, namun sistem pemberitaan ini masih sering memberitakan pemberitahuan gempa yang salah. Hingga tahun ketiga penggunaan sistem ini (2010), terdapat 30 kesalahan pemberitahuan dari 1.713 pemberitahuan yang dilakukan. 

Kesiapsiagaan Bencana di Indonesia
EEWS Jepang merupakan salah satu sistem peringatan gempa bumi yang terbaik di dunia. Pemerintah jepang menghabiskan kurang lebih 500 juta dollar Amerika untuk membangun sistem ini. Sebuah harga yang cukup mahal namun  tidak ada apa-apanya dibandingkan nilai kerugian yang mungkin dialami Jepang jika gempa bumi besar kembali terjadi. 

Kendati demikian, tingginya kesiapsiagaan Jepang terhadap bencana gempa bumi tidak hanya terletak pada tingginya teknologi yang mereka gunakan. Jika kita ingin Indonesia memiliki tingkat kesiapsiagaan yang tinggi terhadap gempa bumi seperti yang dimiliki oleh Jepang, setidaknya ada 3 hal yang harus dimiliki oleh negara kita:

1. Peraturan Pendirian Bangunan yang Ketat
Jepang merupakan salah satu negara yang paling ketat peraturannya mengenai bangunan yang tahan terhadap gempa bumi. Bangunan-bangunan tinggi di Jepang mempunyai konstruksi yang memungkinkan peredaman getaran seismik. Tingginya peraturan pendirian bangunan yang ketat di Jepang diperoleh oleh pengalaman negara ini selama bertahun-tahun menghadapi gempa bumi. 

Kasus-kasus hancurnya bangunan oleh gempa bumi dari tahun sebelumnya menjadi bahan pembelajaran baru untuk pendirian bangunan di tahun berikutnya. Misalnya, kehancuran besar terhadap bangunan-bangunan di kota Kobe pada tahun 1995 menjadi pijakan bagi pembuat peraturan di Jepang untuk melahirkan peraturan yang lebih ketat bagi bangunan di tahun setelahnya. 

Kita tidak perlu mengalami kehancuran bangunan terlebih dahulu sebelum mampu mendirikan bangunan yang tahan gempa. Kita dapat belajar banyak mengenai kekuatan bangunan dari jepang. 

2. Jaringan Seismometer yang Luas
Jepang mempunyai jaringan seismometer yang mencakup area paling luas di dunia. Alat ini didistribusikan secara merata di area seluas 378.000 km2, pembagian ini berarti rata-rata satu alat untuk tiap radius 20 km2. 

Tentu saja pengadaan seismometer secara ekstensif seperti ini memerlukan biaya yang tidak sedikit. Belum lagi biaya untuk perawatan dan pengoperasiannya. 

Namun, Indonesia sebenarnya dapat menggunakan beberapa trik untuk mengatasi mahalnya pemasangan seismometer ekstensif seperti yang dilakukan oleh Jepang.

1. Trik pertama adalah memasang alat seismometer tersebut di daerah-daerah yang rawan gempa saja. Seperti yang dapat kita lihat pada peta kerentanan gempa sebelumnya, tidak semua wilayah di Indonesia mempunyai kerentanan terhadap gempa bumi. 

Pemasangan seismometer di area yang mempunyai kerentanan tinggi saja akan mampu menghemat anggaran yang signifikan. 

2. Trik kedua adalah menggunakan seismometer yang lebih murah. 
Saat ini sudah banyak diciptakan seismometer dengan harga lebih murah. Seismometer ini menggunakan accelerometer digital yang disebut Micro Electro Mechanical Systems (MEMS) yang jauh lebih murah daripada seismometer biasa.

3. Budaya Kesiapsiagaan Bencana
Bagi yang pernah bepergian ke Jepang dan kebetulan sedang terjadi gempa bumi, pasti akan kagum dengan ketenangan warga Jepang dalam menghadapi gempa bumi. Jika terjadi gempa bumi, entah itu di perkantoran, pasar ataupun sekolah, warga Jepang akan berbaris keluar dengan tertib dan tanpa kepanikan. 

Budaya ini bukanlah budaya yang didapat dengan mudah. Budaya ini diajarkan secara konsisten di sekolah maupun di komunitas-komunitas lainnya. Di level Taman Kanak-kanak pun terdapat pelajaran untuk melakukan evakuasi ketika terjadi gempa bumi. Pelajaran ini tidak berhenti hanya di level sekolah. Di kantor pun para pekerja kerap melakukan pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan gempa bumi secara rutin. 

Pendidikan kesiapsiagaan terhadap gempa bumi di Indonesia saat ini relatif kurang. Peningkatan kemampuan warga Indonesia dalam menghadapi bencana seperti gempa bumi tidak dapat diraih hanya dalam waktu singkat. Kita harus menginvestasikan waktu, uang dan tenaga kita untuk peningkatan tersebut. 

Kesimpulan

Kita harus menyadari bahwa kita hidup di daerah dengan tingkat kemungkinan gempa bumi yang tinggi. Gempa bumi kapan saja dapat menyerang kita tanpa peringatan terlebih dahulu. Jika terkait dengan gempa bumi tektonik, hal yang dapat kita lakukan adalah meningkatkan kesiapsiagaan kita. 

Peningkatan kesiapsiagaan nasional tidak hanya melalui teknologi pendeteksian gempa saja. Peningkatan kesiapsiagaan tersebut lebih kompleks dan mencakup aspek peraturan pendirian bangunan serta sikap seluruh penduduk Indonesia ketika gempa bumi terjadi. 

Peningkatan kesiapsiagaan nasional terhadap gempa bumi bukan hanya tugas pemerintah. Kita semua memiliki tanggung jawab yang sama dalam membangun sikap siap siaga terhadap bencana. Dengan penduduk yang lebih siap terhadap bencana, diharapkan ketika terjadi bencana sesungguhnya, kerugian yang kita derita dapat diminimalisir. 











Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...