Kamis, 15 Desember 2016

INFRASTRUKTUR, PENYAMBUNG URAT NADI EKONOMI NASIONAL

Perlambatan ekonomi dunia saat ini merupakan situasi yang penuh tantangan bagi negara-negara yang mengandalkan pendapatan dari ekspor komoditas. Indonesia sebagai salah satu negara yang mengandalkan ekspor migas, batu bara dan sawit tidak terlepas dari tantangan tersebut. Perlambatan ekonomi dari China sebagai mitra dagang terbesar Indonesia membuat pendapatan negara yang didapat dari ekspor bahan mentah berkurang. 

Selain birokrasi, infrastruktur Indonesia menjadi hal yang selalu dikeluhkan oleh investor. Menurut World Economic Forum (WEF), infrastruktur kita menempati posisi 82 dari 142 negara. Bahkan di wilayah regional ASEAN saja, kita masih tertinggal dari Singapura, Malaysia bahkan dari Thailand sekalipun.

Gambar 1. Komparasi Infrastruktur Indonesia di Tingkat Regional


Padahal, kalau kita mau sedikit menengok ke belakang dan belajar dari cerita sukses negara lain, maka seharusnya infrastruktur Indonesia mempunyai cerita yang berbeda. Kesuksesan China dalam meningkatkan ekonomi dalam beberapa dekade ke belakang tidak lepas dari filosofi mereka dalam menarik investasi, “Low Cost Labor, World Class Infrastructure”. Hal ini bukan isapan jempol belaka. China dikenal sebagai negara yang paling getol membangun infrastruktur mereka. Bahkan, dalam sebuah catatannya, miliuner & filantropis terkenal Amerika, Bill Gates pernah menyatakan bahwa dalam kurun waktu 3 tahun Negara itu mengkonsumsi semen yang lebih banyak ketimbang yang dikonsumsi seluruh Amerika Serikat dalam kurun waktu 100 tahun!!!. 

 
Gambar 2. Konsumsi Semen China dan Amerika Serikat

­Pemerintah saat ini selalu menjadikan pembangunan infrastruktur sebagai prioritas utama. Hal ini sangat logis mengingat dalam perlambatan ekonomi seperti saat ini, peran pemerintah sangat dibutuhkan.

Pembangunan infrastruktur sebagai stimulus ekonomi pernah dilakukan oleh beberapa Negara sebelumnya.  Pembangunan Hoover Dam di Amerika adalah salah satunya. Pembangunan bendungan tersebut saat ekonomi Amerika menderita krisis, “The Great Depression”.  Pembangunan bendungan ini menciptakan multiple effects pada pertumbuhan ekonomi Amerika saat itu.

Pembangunan infrastruktur mempunyai efek berlapis pada peningkatan pertumbuhan ekonomi.  Tidak hanya menciptakan pertumbuhan di masa depan ketika infrastruktur tersebut sudah jadi, namun pembangunan infrastruktur tersebut juga memberikan efek langsung pada peningkatan pertumbuhan ekonomi negara melalui modal yang dikeluarkan selama masa pembangunan.  


APBN dan Pembangunan Infrastruktur

Upaya pemerintah untuk mengejar ketertinggalan infrastruktur Indonesia di saat lesunya perekonomian seperti saat ini bukanlah hal yang mudah. Keterbatasan fiskal karena menurunnya pendapatan negara menjadi salah satu penghambat.

Dalam sejarah pembangunan infrastruktur Indonesia, pemerintah masih banyak mengandalkan pembangunan dengan dana dari APBN. Pada tahun 2013 saja, Pengeluaran untuk infrastruktur dari APBN berkisar 2,3%  dari  produk  domestik  bruto (PDB)  atau  sebesar  Rp  203  triliun.  Kalau digabungkan dengan   sumber  lain  (APBD,  BUMN  dan  swasta), total pengeluaran  untuk  infrastruktur  mencapai  Rp  438  triliun  atau  4,72%  dari  PDB.

Dalam perencanaan pembangunan infrastruktur ke depan pun, peran APBN tetap harus dikurangi. Dalam  Rencana  Pembangunan  Jangka  Menengah  Nasional (RPJMN)  2015 ‐ 2019  sebesar  Rp  6.780  triliun, dana yang mampu disediakan oleh pemerintah melalui APBN hanya sebesar 1000 triliun, APBD 500 triliun, asuransi  dan  dana  pensiun  sebesar  Rp  60  triliun, serta  lembaga  pembiayaan  infrastruktur lainnya sebesar Rp  500  triliun,  oleh  karena  itu  ada financial  gap  sebesar  Rp  4.000  triliun  yang  harus  dipenuhi  dari  sumber  pendanaan  lain. Kreatifitas pemerintah dalam mengadakan pendaan infrastruktur sangat dibutuhkan. 


Pola Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS)/ Public Private Partnership (PPP)

Pola kerjasama pemerintah dan swasta  atau Public Private Partnership (PPP) sebenarnya sudah mulai dijalankan di Indonesia. Beberapa pola yang dapat diaplikasikan dalam KPS ini antara lain:
Gambar 3. Beberapa Skema KPS

Pengalaman kerjasama pemerintah dan swasta (KPS) di berbagai negara yang berhasil menunjukkan bahwa manfaat KPS disamping adanya pembagian resiko modal, juga adanya efisiensi yang ditimbulkan sebagai akibat partisipasi swasta.

Dengan menggunakan cara seperti ini, proyek-proyek mega infrastruktur dengan dana ratusan bahkan ribuan triliun dapat dikerjakan tanpa membebani APBN. Tantangan bagi pemerintah adalah untuk “menjual” proyek-proyek tersebut kepada investor. Pemerintah harus mampu mendandani dan mempersiapkan segala regulasi yang mungkin menjadi penghambat investor untuk bekerja sama dalam skema ini.

Beberapa proyek besar hasil skema KPS ini antara lain adalah pembuatan kereta cepat Jakarta-Bandung. Proyek ini sekaligus akan menjadi tolok ukur keberhasilan pemerintah dalam menyelenggarakan skema ini. Jika proyek ini berhasil, maka proyek-proyek dengan skema yang sama diharapkan akan lebih mudah untuk didanai oleh investor. 

Gambar 4. Proyek Kereta Cepat Jakarta - Bandung

Dengan potensi ekonomi yang belum teroptimalkan, kita tentu berharap keberhasilan pemerintah dalam membangun infrastruktur Indonesia dan menjadikan Indonesia salah satu negara dengan kualitas infrastruktur yang tidak kalah dari negara maju lainnya. 





Sumber:

  1.  Indonesia, Kendala Kritis Bagi Pembangunan Infrastruktur, Zafar Iqbal & Areef Sulaiman, IDB, 2010
  2. Survei Ekonomi OECD Indonesia, Maret 2015
  3.  MODEL PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR : INDONESIA DAN NEGARA LAIN, Biro Riset BUMN, Lembaga Management Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia 
  4. www.kemenkeu.go.id







Minggu, 28 September 2014

Industri Telekomunikasi Indonesia dan 4 Skenario Masa Depannya

Latar Belakang

Pada beberapa dekade ke belakang, industri telekomunikasi adalah salah satu industri yang selalu menjanjikan keuntungan besar bagi investornya. Indonesia sebagai salah satu  negara dengan jumlah penduduk paling besar di dunia tentunya menjadi pasar yang menjanjikan untuk berinvestasi di bidang ini.
Kendati sangat menjanjikan, pasar telekomunikasi Indonesia selalu dipenuhi dengan tantangan-tantangan bagi operator seluler. Tantangan ini diantaranya disebabkan oleh banyaknya operator seluler yang beroperasi, regulasi yang kurang ketat mengenai persaingan usaha di bidang telekomunikasi serta perlambatan perekonomian nasional saat ini.
Walaupun mencatat peningkatan jumlah pelanggan (pengguna nomor sim-card yang aktif), namun nilai pendapatan di industri ini tidak mengikuti pertambahan jumlah penggunanya. Hal ini diakibatkan oleh sistem prabayar yang kini semakin populer. Pelanggan prabayar tidak memiliki loyalitas pada operator tertentu dan cenderung mencari operator seluler yang paling murah meskipun dia harus berganti nomor kartu.
Di Filipina misalnya, pada tahun 2006 tercatatat peningkatan jumlah pelanggan seluler mencapai 22%, namun pada saat yang sama, pendapatan operator hanya naik 3%. Kebiasaan ini semakin membuat ARPU (Average Revenue Per User)  industri telekomunikasi menurun.
Untuk mengatasi masalah turunnya ARPU, operator telekomunikasi saat ini mencari peluang bisnis lainnya seperti konten dan mobile data service. Dahulu, bisnis komunikasi fixed line, mobile, hiburan elektronik dan Teknologi Informasi adalah entitas bisnis yang terpisah, sedangkan saat ini, entitas – entitas tersebut menjadi satu atau mengalami konvergensi dan menjadi lahan bisnis baru bagi operator seluler.

Walaupun komunikasi suara masih menjadi bisnis andalan operator seluler, namun perkembangan bisnis konten seperti wireless broadband, mobile entertainment, enterprise solutions dan e-commerce sudah mulai berkembang dengan pesat. Potensi pasar untuk mobile wireless di Asia Pasifik menurut perkiraan biro konsultasi Ovum dari Inggris dapat mencapai 311 milyar Dollar AS di tahun 2015, meningkat dibandingkan 251 milyar Dollar AS di tahun 2009.
Walaupun berhadapan dengan tantangan-tantangan yang tidak mudah, namun berinvestasi sebagai operator seluler di Indonesia masih merupakan pilihan yang tepat. Disamping jumlah penduduk Indonesia yang mencapai lebih dari 240 juta penduduk, potensi pendapatan dari perkembangan mobile data di Indonesia masih sangat besar. 


Di tengah ketatnya persaingan operator seluler saat ini, operator yang ingin berhasil haruslah mempunyai gambaran seperti apa industri telekomunikasi seluler Indonesia di masa depan. Operator yang dapat memprediksi masa depan dunia telekomunikasi Indonesia akan dapat mempersiapkan strategi yang tepat untuk mengatasinya.

IBM Institute for Bussiness Value, belum lama ini mengadakan riset untuk mengetahui bagaimanakah pola bisnis telekomunikasi dunia dalam 3-10 tahun ke depan. Riset ini menghasilkan 4 buah skenario. Skenario-skenario ini  dapat membantu operator seluler untuk mempersiapkan langkah-langkah yang harus diambil di tengah bisnis telekomunikasi yang penuh dengan persaingan.

Tantangan untuk  Industri Telekomunikasi Masa Depan
Para periset di IBM Institute for Bussines Value menyatakan bahwa terdapat beberapa tantangan untuk industri operator seluler masa depan. Tantangan – tantangan tersebut antara lain:
1.      Transformasi Seluler
Pengguna telepon seluler di seluruh dunia mengalami peningkatan yang sangat pesat pada dekade ini. Pada tahun 1999, hanya kurang dari satu untuk tiap enam orang di seluruh dunia memiliki akses pada telekomunikasi jarak jauh. Pada tahun 2009, angka ini meningkat dengan sangat pesat. 7 dari 10 orang di dunia memiliki akses pada telepon seluler. 

Seiring berkembangnya jumlah pelanggan, saat ini telekomunikasi menjadi bisnis yang sangat terintegrasi. Hanya beberapa tahun yang lalu saja,  Fixed line, mobile maupun bisnis konten, adalah bisnis yang berdiri sendiri-sendiri.
Kini, bisnis telekomunikasi sudah memasuki babak baru yang disebut era konvergensi. Seiring dengan makin pesatnya perkembangan perangkat TIK, penggunaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi untuk proses entertainment, computation dan communication meningkat secara drastis di seluruh dunia. Konvergensi ini sedemikian dahsyatnya hingga saat ini, telekomunikasi dapat membuat sebuah sektor sosial baru.

Generasi muda berperan sebagai pemeran utama dalam peningkatan jumlah penggunaan layanan telekomunikasi, sedangkan penggunaan media sosial melalui internet menjadi titik tolak peningkatan ini, (Contohnya pada saat Pilpres 2014).
Meskipun terjadi peningkatan di jumlah pengguna secara keseluruhan, namun tingkat pendapatan yang dapat diperoleh dari tiap pengguna tersebut tidak sebaik peningkatan jumlah pengguna. Average Revenue Per User (ARPU) yang diperoleh para operator seluler tidak meningkat secara signifikan.  Ini merupakan berita buruk bagi operator-operator seluler yang menjadikan ARPU sebagai salah satu kriteria kesuksesan perusahaan.
     2. Perubahan Karakteristik Pengguna Telekomunikasi Seluler
Komunikasi secara garis besar saat ini dapat dibagi menjadi komunikasi berbasis online (VoIP, peer to peer, social network, email, dll) serta komunikasi berbasis telepon konvensional (telepon, SMS serta MMS). Volume komunikasi berbasis telepon konvensional saat ini menunjukkan kenaikan yang jauh lebih kecil ketimbang komunikasi berbasiskan mobile data.
Di negara-negara maju di Eropa, Peningkatan dari rata-rata lama orang menelepon hanya meningkat 9% dalam kurun waktu 2005 – 2010. Di lain pihak, pengguna telekomunikasi berbasis online seperti VoIP atau pengiriman pesan instan online meningkat 211%.
    3. Tantangan untuk Monetisasi Konten
Monetisasi konten sangat krusial dilakukan oleh setiap operator seluler. Saat ini monetisasi konten yang dilakukan oleh sebagian besar operator seluler masih belum menunjukkan hasil yang optimal.
Di masa depan, diperkirakan hampir semua aspek kehidupan masyarakat seperti penarikan uang dari bank, belanja online serta kegiatan yang biasanya dilakukan secara langsung, dapat dilakukan melalui jalur online. Hal ini merupakan peluang pasar yang dapat ditangkap operator seluler.


  4. Ketidaksesuaian Antara Jumlah Traffic Data dan Pendapatan
Salah satu hal terpenting yang terjadi di dunia telekomunikasi seluler dalam beberapa tahun terakhir adalah berjalannya sistem jaringan HSPA (High Speed Packet Access). Berjalannya  HSPA berarti peningkatan jumlah traffic data secara signifikan bagi operator seluler.  Secara global, setelah HSPA diperkenalkan pada tahun 2008, traffic data seluler di seluruh dunia meningkat lebih dari dua kali lipat. 
Namun, sayangnya peningkatan jumlah traffic ini tidak sesuai dengan jumlah pendapatan yang diperoleh oleh industri operator seluler. Teknologi baru yang lebih murah menjadikan layanan data yang lebih murah pula untuk para pengguna seluler. Kurva pergeseran pendapatan dan jumlah traffic dari penggunaan mobile data  pada jaringan konvensional (voice dominant) dengan jaringan modern (data dominant) dapat digambarkan sebagai berikut:



Kurva di atas menggambarkan ternyata pertumbuhan pendapatan operator seluler tidak sebanding dengan peningkatan traffic data yang terjadi. Walaupun data yang ditransmisikan berlipat semakin banyak, namun pendapatan yang diperoleh operator seluler tidak selaras dengan peningkatan jumlah traffic data.

4 Skenario Industri Telekomunikasi Masa Depan


Menurut IBM Institute for Bussines Value, terdapat 4 jenis scenario yang akan berlaku di pasar persaingan operator telekomunikasi seluler masa depan. Skenario-skenario tersebut adalah:


Dalam diagram di atas, terdapat 2 kriteria perubahan yang akan menentukan ke arah mana skenario telekomunikasi masa depan ini akan bergerak. Di bidang vertikal, terdapat “Perkembangan Model Pasar Telekomunikasi” dan di bidang horizontal terdapat “Kompetisi/integrasi Struktur Telekomunikasi”.
·         Perkembangan Jenis Pasar Telekomunikasi

Perkembangan model pasar mencakup segala macam hal yang berkaitan dengan pendapatan operator seluler di masa depan. Hal-hal yang mempengaruhi model pasar operator seluler mencakup jumlah pelanggan (costumer), jumlah pendapatan per pelanggan atau ARPU dan inovasi teknologi baru yang memungkinkan industri telekomunikasi meraih laba yang lebih banyak.

Perkembangan model “pasar yang stagnan” berarti tidak banyak perubahan dalam jumlah pelanggan, ARPU serta tidak ditemukannya teknologi baru yang dapat menciptakan peningkatan pendapatan dalam jumlah signifikan.
Perkembangan model “pasar yang ekspansif” berarti terdapat peningkatan secara signifikan dalam jumlah pendapatan, atau ditemukannya sebuah teknologi atau cara baru untuk meningkatkan pendapatan operator seluler.
·         Kompetisi/Integrasi Struktur Telekomunikasi
Kompetisi/integrasi dari struktur telekomunikasi mencakup hal-hal seperti entry barrier untuk industri telekomunikasi, peraturan pemerintah, serta profil dari konsumen operator seluler.
Integrasi struktur telekomunikasi yang terkonsentrasi berarti sebuah profil konsumen yang terpusat dan dapat dikendalikan oleh beberapa operator seluler besar. Operator-operator seluler besar ini dapat melakukan monopoli dan dapat beroperasi secara ekonomis. Monopoli dari operator seluler besar dan tidak adanya inovasi baru yang dapat menurunkan biaya operasional membuat entry barrier ke industri telekomunikasi semakin tinggi dan terkonsentrasi.

Sebaliknya, integrasi struktur telekomunikasi yang terfragmentasi berarti profil konsumen yang beraneka ragam (korporasi, SME, dll) dan memiliki penanganan khusus untuk tiap jenisnya. Hal ini membuat sejumlah operator seluler besar tidak mampu melayaninya. Biasanya hal ini dibarengi dengan adanya kemajuan teknologi yang membuka peluang pasar baru. Hal ini sudah terjadi di negara – negara ASEAN. Di beberapa negara ASEAN, muncul operator telekomunikasi yang hanya melayani sms dan telepon di area tertentu saja, operator yang mengkhususkan diri untuk mobile money, dll.
Skenario ini menuntut para operator seluler melakukan pemisahan unit usaha mereka. Jika pendirian unit – unit anak usaha mereka gagal, mereka terpaksa melepas satu bagian dari fragmen pasar tersebut kepada pemain baru yang lebih efisien.

Unsur Masa Depan Telekomunikasi Indonesia
Menurut studi dari IBM Institute for Bussiness Value, ada 5 hal yang menyusun skenario dari bisnis operator telekomunikasi seluler di masa depan. Hal – hal tersebut antara lain:
1.      Penggunaan – Pola dari konsumsi konsumen industri telekomunikasi seluler
2.      Servis – Perubahan pada komposisi servis telekomunikasi
3.      Akses – Perubahan teknologi
4.      Model Bisnis – Struktur dari pola pendapatan masa depan industri telekomunikasi

Ø  Penggunaan
Dalam beberapa tahun ke depan, jumlah transfer data di industri telekomunikasi selular  di Indonesia akan bertambah secara signifikan. Hal ini antara lain didorong oleh jumlah populasi Indonesia yang sebagian besar merupakan penduduk muda, penerapan teknologi maju seperti LTE, serta masih rendahnya tarif transfer data seluler di Indonesia. Hal ini memungkinkan operator seluler di Indonesia untuk meningkatkan tarif mereka.
Di samping itu, ekonomi Indonesia yang terus tumbuh juga akan membantu para operator seluler untuk mendapatkan pendapatan yang lebih. Dari beberapa riset yang dilakukan, pendapatan Domestik Bruto (PDB) dari suatu negara mempunyai kaitan yang erat dengan peningkatan jumlah pelanggan telepon, dengan catatan, negara tersebut masih tergolong dalam negara berkembang. 

Ø  Servis

Salah satu hal yang dapat merubah pola konsumsi konsumen industri telekomunikasi adalah teknologi. Contohnya dengan teknologi telekomunikasi melalui internet atau VoIP
Dengan teknologi ini, konsumen tidak perlu lagi menggunakan sambungan telepon seluler biasa. Hal ini tentu saja akan menyebabkan perubahan pola pendapatan operator seluler. Hingga saat ini, di Indonesia penggunaan VoIP masih tidak seramai di negara maju. Hal ini diprediksi masih akan terus berlanjut hingga beberapa tahun mendatang.
Penggunaan VoIP memerlukan akses mobile internet yang cukup cepat, sedangkan investasi peningkatan kapasitas HSPA di Indonesia nampaknya akan sulit karena frekuensi yang sudah penuh. Harapan mobile data Indonesia masa depan terletak pada teknologi LTE. Namun, LTE pun nampaknya masih akan menunggu karena biaya yang tinggi untuk pengembangannya.
·         Akses
Pada tahun 2015, diprediksikan akan ada 800 juta pelanggan broadband kabel dan lebih dari 1 milyar pelanggan broadband mobile di seluruh dunia.
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, salah satu teknologi yang mungkin dapat merevolusi akses broadband mobile di Indonesia adalah LTE. Namun, hingga saat ini, penggunaan LTE secara massal di seluruh nusantara nampaknya masih harus menunggu. Selain dikarenakan besarnya investasi yang akan dikeluarkan oleh operator seluler, regulasi pemerintah yang mengatur LTE juga belum kunjung terbit.
Jika LTE sudah dapat diterapkan secara massal di seluruh Nusantara, maka kemungkinan besar VoIP akan menjadi pilihan utama para pengguna jasa telekomunikasi di seluruh Indonesia. Hal ini tentunya akan merubah pola konsumsi mereka dan pola pendapatan operator seluler secara signifikan.
·      Bisnis Model
Bisnis model yang digunakan sangat tergantung dengan keadaan pasar, teknologi dan regulasi pemerintah di bidang telekomunikasi seluler.
Untuk bisnis model jangka panjang, ketersediaan data konsumen secara real time sangatlah penting. Model bisnis telekomunikasi masa depan diperkirakan akan menjadi sangat dinamis, sehingga memerlukan manajemen yang cepat tanggap dalam menghadapi perubahan permintaan konsumen.
Dalam jangka pendek dan menengah, operator seluler dapat meningkatkan keuntungan dari pengembangan konten – konten bisnis konvensionalnya seperti sms ataupun layanan telepon seluler.
·         Industri dan Peraturan Pemerintah
Peran pemerintah saat ini yang paling menentukan adalah pembuatan  regulasi dari LTE. Teknologi 4G merupakan teknologi akses nirkabel generasi ke-empat yang akan menggantikan teknologi akses nirkabel generasi ke-tiga (3G). Teknologi ini menyediakan layanan video, data dan suara berbasis IP yang memiliki rata-rata pengiriman data lebih tinggi dari generasi sebelumnya.
Teknologi 4G memberikan layanan transfer data yang sangat cepat, bahkan lebih cepat daripada koneksi broadband wireless rata-rata saat ini. Sebenarnya, saat ini ada dua macam teknologi yang menjadi poros dari perkembangan teknologi 4G, yaitu WiMax dan LTE (Long Term Evolution). Namun pemerintah Indonesia nampaknya akan fokus pada pengembangan infrastruktur untuk LTE saja.
Selain perkembangan teknologi 4G, sebenarnya pemerintah memiliki banyak program untuk mendukung masa depan transfer data selular. Salah satunya adalah keinginan pemerintah untuk membangun e-government yang tercantum dalam rencana “Roadmap TIK Nasional”. Pembangunan e-government ini dapat menciptakan pasar baru untuk para operator telekomunikasi seluler. 



Skenario Industri Telekomunikasi Kita di Masa Depan

 
Berdasarkan unsur – unsur penyusun pola industri telekomunikasi Indonesia masa depan di atas, maka Industri telekomunikasi kita di masa depan nampaknya akan sesuai dengan skenario ke – 2, yaitu Generative Bazaar.


Skenario “Generative Bazaar” adalah skenario terbaik dibanding ketiga skenario lainnya. Skenario ini menjanjikan pertumbuhan pendapatan yang tinggi bagi operator seluler. Namun, operator seluler harus mampu mengatasi perkembangan pasar yang terjadi beserta segmen – segmen pasar baru yang akan dibentuk.
Untuk skenario ini, ada beberapa hal yang perlu dicermati oleh operator seluler. Hal-hal tersebut antara lain adalah:
1.      Melakukan separasi bisnis secara struktural
·         Mendefinisikan dan mengimplementasikan target untuk proses separasi bisnis yang akan dilakukan.
·         Mempersiapkan kapasitas untuk mendukung penjualan produk pada market yang berbeda – beda.
2.      Mempersiapkan infrastruktur jaringan akses yang kuat
·        Mengantisipasi pertumbuhan akses data yang berlipat – lipat, sehingga ketika datang kebutuhan tersebut, operator seluler mampu menanganinya secara efisien.

  
·        Mempersiapkan tindakan yang tepat untuk setiap regulasi baru yang muncul.
3.      Melakukan inovasi pada pelayanan/servis
·        Selalu membuka peluang kerjasama dengan third – party provider untuk meningkatkan kemampuan jaringan ataupun konten – konten yang dijual selama masih cost effective.
·        Melakukan investasi yang besar dalam penciptaan inovasi atau konten – konten baru.
4.      Desain bisnis yang dinamis
·        Mempersiapkan infrastruktur untuk konektivitas dari beragam obyek, sensor, peralatan atau aplikasi.
·        Mempersiapkan infrastruktur pengumpulan data secara real – time untuk mendukung pengambilan keputusan yang dinamis.
·        Meningkatkan peran cloud base – computing untuk menurunkan cost  dan meningkatkan fleksibilitas bisnis.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh IBM Institute for Bussines Value  mungkin tidak sepenuhnya cocok diterapkan dalam persaingan operator di Indonesia. Namun, dengan bantuan penelitian ini, operator seluler Tanah Air setidaknya mendapatkan panduan dalam merumuskan perencanaan bisnisnya.
Kemampuan membuat perencanaan bisnis yang matang akan membuat operator seluler mampu berjaya di pasar Indonesia yang sangat potensial ini.  







Daftar Pustaka
§  Kementrian Komunikasi dan Informatika. (2012). Komunikasi dan Informatika Indonesia, Buku Putih 2012. Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementrian Komunikasi dan Informatika. Jalan Medan Merdeka Barat No. 9 Jakarta 10110
§  Biro Riset LMFEUI.  Analisis Industri Telekomunikasi: Masukan bagi Pengelola BUMN.
§  Wikipedia. Telekomunikasi Seluler Indonesia.
§  IBM Institute for Business Value. (2010). Telco 2015 (Five telling years, four future scenarios).
§  Deloitte. (2013). Prediksi Teknologi, Media & Telekomunikasi 2013. Edisi Asia Tenggara
§  Wikipedia. Long Term Evolution (LTE).
http://id.wikipedia.org/wiki/LTE (Diakses, 23 Agustus 2013) .
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...